Langsung ke konten utama

Belajar dari Yusuf, Anak Yakub

Jurnal VII
Kamis, 10 Maret 2016

Selain kisah hidup para bapa bangsa (Abraham, Ishak, dan Yakub), kisah hidup Yusuf juga patut mendapat perhatian. Dalam Perjanjian Pertama dinyatakan bahwa Yusuf adalah anak Yakub dari istri yang paling dikasihinya, Rahel. Karena dilahirkan pada masa tuanya, Yakub begitu mengasihi Yusuf. Ia bahkan kerap memberikan kepada Yusuf jubah-jubah mahaindah untuk dikenakan. Tindakan diskriminatif Yakub ini tentu memicu lahirnya iri hati dalam diri saudara-saudara Yusuf. Ketika Yusuf menceritakan mimpinya bahwa suatu saat saudara-saudaranya itu akan berlutut di hadapannya, rasa iri hati dan kemarahan mereka kian bertambah. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha menyingkirkan dia.
Pada awalnya, mereka hendak membunuh dia, tetapi kemudian mereka memutuskan untuk menjual Yusuf dengan harga duapuluh syikal perak kepada saudagar-saudagar Midian, keturunan Ismael yang sedang melakukan perjalanan ke Mesir. Setibanya di Mesir, Yusuf lalu dijual kepada Potifar, pegawai istana Firaun. Kitab Suci mencatat bahwa karena penyertaan Allah, Yusuf selalu dapat menyelesaikan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya dengan baik. Itulah sebabnya, ia dengan cepat menjadi orang kepercayaan Potifar. Namun, karena difitnah istri Potifar, Yusuf lalu dijebloskan ke dalam penjara.
Saat di penjara, Yusuf berhasil menafsir mimpi salah seorang narapidana. Kemampuannya sebagai penafsir mimpi lantas mempertemukan dia dengan Firaun. Firaun membutuhkan seorang yang dapat menafsirkan mimpinya. Orang itu tidak lain ialah Yusuf. Karena berhasil menafsirkan mimpi Firaun, Yusuf tidak hanya dibebaskan dari penjara, tetapi juga menjadi orang kepercayaannya. Tambahan pula, kinerja kerja dan kepribadiannya yang amat baik membawa Yusuf pada sebuah posisi sentral di kekaisaran Mesir, orang  kedua, setelah Firaun. Hal besar yang telah ia perbuat bagi Mesir adalah menjadikan bangsa itu penyelamat untuk bangsa-bangsa lain ketika jaman paceklik melanda selama tujuh tahun.

Hal yang hendak saya refleksikan dari perjalanan hidup Yusuf ini adalah bagaimana Allah menyertai orang-orang yang dikasihi-Nya. Keutamaan yang dimiliki Yusuf adalah rasa takut akan Allah yang kemudian mendorong dia untuk selalu setia dalam imannya. Kesetiaan Yusuf itu mendatang berkat Tuhan atas dirinya. Ia tidak hanya dibebaskan dari segala macam bahaya yang mengancam hidupnya, tetapi juga segala tugas yang diembankan kepadanya dapat diselesaikan dengan baik. Ia bahkan diangkat harkat dan martabatnya menjadi orang yang penting dalam kekaisaran Mesir, setelah sebelumnya menjadi budak belia Potifar, salah seorang pegawai Firaun. Keberhasilannya di dunia sebenarnya hanyalah efek dari kesetiaannya untuk selalu melakukan apa yang dikehendaki Allah. Yang terpenting dari semuanya itu ialah Yusuf telah dipilih Tuhan untuk menyatakan rencana keselamatan-Nya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku adalah Aku", Arti Sebuah Nama

JURNAL III Kamis, 14 April 2016 “Aku adalah Aku”. Inilah nama yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Nama Allah tersebut sebenarnya adalah terjemahan dari “ EHYEH ASYER EHYEH ”. Akar kata EHYEH itu sendiri adalah HYH yang diartikan sebagai “Ada”. Kata “Ada” kemudian merujuk pada waktu yang belum selesai, masa kini dan masa depan (sebentuk imperfek). Dengan demikian, kata ini, dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘Aku adalah Aku yang sekarang Ada; Aku adalah Aku yang akan Ada. Yang hendak ditekankan di sini sesungguhnya ialah sifat dari Yang Ilahi, yakni yang tidak dapat mengenal waktu. Dengan kata lain, Yang Ilahi itu bersifat kekal. Dalam dimensi kekekalan itu, tersingkap pula sifat misteri dan transendensi dari Yang Ilahi. Kata HYH kemudian berkembang menjadi YHWH. Dalam bentuk orang ketiga, HYH menjadi YIHYEH atau dalam bentuk yang lebih tua ialah Yahweh. Yahweh itu sendiri dapat diartikan sebagai ‘Dia yang menyebabkan apa yang ada’. Segala sesuatu ...

Katekese Dasar

Bagian Pertama: Katekese Dasar 1.1 Beberapa Materi Pokok dalam Matakuliah Katekese Dasar 1.1.1   Pengertian Dasar Katekese Katekese berasal dari kata benda bahasa Yunani katēchēsis; katēchein dengan akar katanya, kat (keluar/ke arah luar) dan echo (gema/gaung). Dengan demikian, secara etimologis, katekese berarti suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luar berupa pengajaran lisan yang sistematis. Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU. 21). Meskipun terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, kekhasan katekese, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan (DKU. 31). Dalam beberapa dokumen gereja, seperti Evangelii Nuntiandi (artikel 44), katekese menjadi sarana evangelisasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi katekese sendiri berisikan wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyela...

Makna di Balik Si vis Pacem, Para Bellum

JURNAL I Kamis,31 Maret 2016 Sebuah pepatah Latin klasik berbunyi demikian: “ Si vis Pacem, Para Bellum ”. Artinya, ‘Jika engkau mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Dengan rumusan yang berbeda, Flavius Vegetius Renatus --sekitar tahun 400 M, di dalam kata pengantar De re Militari -- menyatakan hal yang senada: “ Qui Desiderat Pacem, Bellum Praeparat ”. Artinya, ‘Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan, kedua pepatah ini perlu ditafsir secara bijak dan kritis. Pepatah-pepatah tersebut tentunya tidak bermaksud negatif. Dalam artian, memotivasi orang untuk terlebih dahulu menciptakan situasi ketidaknyamanan (perang, misalnya), sebelum akhirnya dapat menciptakan situasi nyaman penuh kedamaian. Lagi pula, ini bukan masalah seputar ‘mana yang terlebih dahulu’ atau ‘mana yang lebih kemudian’. Mengapa? Karena dengan pemahaman yang demikian, orang dapat mengalami kesesatan berpikir. Perdamaian lalu dili...