Langsung ke konten utama

Katekese Dasar

Bagian Pertama: Katekese Dasar
1.1 Beberapa Materi Pokok dalam Matakuliah Katekese Dasar
1.1.1  Pengertian Dasar Katekese
Katekese berasal dari kata benda bahasa Yunani katēchēsis; katēchein dengan akar katanya, kat (keluar/ke arah luar) dan echo (gema/gaung). Dengan demikian, secara etimologis, katekese berarti suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luar berupa pengajaran lisan yang sistematis. Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU. 21). Meskipun terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, kekhasan katekese, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan (DKU. 31).
Dalam beberapa dokumen gereja, seperti Evangelii Nuntiandi (artikel 44), katekese menjadi sarana evangelisasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi katekese sendiri berisikan wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyelamatkan, yang terjadi dalam sejarah umat manusia (DKU. 37). Sebagai sebuah sarana, katekese membantu evangelisasi (upaya pewartaan Injil) yang adalah rahmat dan panggilan khas serta identitas Gereja yang terdalam (Gereja ada untuk mewartakan Injil). Sementara itu, dalam Catechesi Tradendae (artikel 14), katekese diartikan sebagai pengajaran dan pendidikan yang memungkinkan orang beriman menghayati hidup Kristen yang sejati; sebuah kewajiban Gereja yang bersumber dari perintah Tuhan; hak setiap orang yang dibaptis; sebentuk pembinaan (anak, orang muda, orang dewasa) dalam iman; penyampaian ajaran Kristen secara organis dan sistematis; dan sebuah usaha untuk mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.
1.1.2  Dasar Katekese
Dasar katekese adalah “penugasan Kristus kepada para rasul dan pengganti-pengganti mereka”. Dalam Mat. 28:19-20, Yesus mengutus para rasul untuk “pergi”, “menjadikan semua bangsa murid-Ku”, “baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”, dan “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”. Dalam tafsir Injil Matius dijelaskan bahwa tugas para rasul mencakup pewartaan awal kepada orang yang belum mengenal Tuhan, pengajaran kepada para katekumen, dan pengajaran kepada orang yang telah menjadi anggota Gereja agar iman mereka lebih mendalam.
1.1.3  Bentuk Katekese  
Ditinjau dari segi penyajiannya, katekese dapat dibedakan dalam 3 bentuk: praktis, historis, dan sistematis. Bentuk Praktis mengarahkan peserta katekese untuk bergiat dan rajin dalam mempraktikkan kehidupan agamanya: rajin beribadah, rajin berdoa dan berdevosi, bergairah menghadiri perayaan Ekaristi dan perayaan lain, mengenal dengan baik masa-masa liturgis, segala sarana, dan peralatannya. Sumber utamanya adalah liturgi Gereja. Sementara itu, bentuk historis memperdalam pengenalan umat akan sejarah penyelamatan dari pihak Allah, yang diawali dengan janji-janji mesianis dalam Perjanjian Lama dan memuncak dalam pribadi Kristus dalam Perjanjian Baru. Sumber utamanya adalah Kitab Suci. Pada akhirnya, bentuk sistematis menyajikan kepada umat ajaran teologis dan dogmatis yang tersusun secara sistematis, singkat, dan padat. Sumbernya adalah buku Katekismus.
1.1.4  Tujuan Katekese
Katekese bertujuan mendewasakan iman dan pribadi manusia (CT 25); mengembangkan kecerdasan umat beriman (EN 44); membentuk pola-pola hidup kristen (EN 44); dan mendidik murid-murid Kristus (PUK, art. 30, 36-59). Untuk itu, katekese perlu berinspirasikan pedagogi iman [pedagogi Allah, pedagogi Kristus, pedagogi Gereja]. Artinya, di satu pihak, katekese mempersembahkan pelayanannya sebagai sebuah perjalanan edukatif yang ditandakan dan di lain pihak, menolong manusia untuk membuka dirinya bagi dimensi religius kehidupan (Petunjuk Umum Katekese, artikel 147; 30, 36 dst.). Singkatnya, katekese merupakan sekolah iman. Sebagai sekolah iman, katekese dilaksanakan sedemikian rupa agar menembus & mengubah proses-proses akal budi, hati nurani, kebebasan, dan tindakan yang menjadikan eksistensi manusia sebuah hadiah menurut teladan Yesus Kristus (Petunjuk Umum Katekese, artikel 147).
1.2 Perbedaan Mendasar Pendekatan Katekese dalam Katekese Umat dengan Pendidikan Agama di Sekolah
Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar-menukar pengalaman (penghayatan) iman akan Yesus Kristus antara para peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat. Melalui kesaksian iman tersebut, para peserta saling membantu meneguhkan dan menghayati imannya, baik secara individu, maupun bersama sebagai satu kelompok. Iman yang semakin terinternalisasi dalam diri itu kemudian diteguhkan dan dihayati juga dalam ranah praksis sebagai bentuk kesaksian hidup.
Dalam hal ini, yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman, yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas pula berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Meskipun demikian, peran seorang katekis sebagai fasilitator sangat dibutuhkan, sebab dialah yang mengarahkan katekese sedemikian rupa dengan menciptakan suasana yang komunikatif dan membuka dialog multi-arah. Tekanan utama dalam katekese umat terletak pada penghayatan iman peserta, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan adanya sebuah perencanaan.
Bertolak dari pemahaman ini, pendekatan katekese yang tampak jelas dalam Katekese Umat adalah pendekatan yang bersifat personal dan dialogis, baik yang searah, maupun multi-arah. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh dinamika katekese itu sendiri hingga memuncak pada aplikasinya dalam hidup harian. Dengan demikian, nilai terbaik untuk ujian adalah penjelasan terbaik dan kesimpulan praktis.
            Berbeda dengan Katekese Umat, pendekatan katekese dalam Pendidikan Agama di sekolah lebih pada pendekatan dan metode indoktrinasi. Hal itu tidak terlepas dari pola umum pendidikan yang diterapkan di sekolah, sebagaimana yang tercantum dalam kurikulum pendidikan. Dalam prosesnya, dialog searah antara pendidik (guru) dan yang didik (siswa) lebih dominan terjadi. Guru mengajarkan pokok-pokok iman kristiani yang terdapat dalam katekismus, misalnya, sementara para murid menyimaknya dengan seksama. Guru melontarkan pertanyaan, para murid menjawab atau pun sebaliknya, para murid bertanya, guru menjawab. Dalam hal ini, guru tidak hanya berperan sebagai fasilitator, tetapi juga sumber utama berbagai ajaran pokok iman kristiani. Meskipun para siswa dituntut untuk bersikap aktif, guru tetap memegang kendali penuh dalam berproses. Pendidikan agama di sekolah lebih mengacu pada ranah konseptual. Tekanan utamanya adalah pengetahuan, bukan penghayatan iman sebagaimana dalam katekese umat. Keberhasilannya ditentukan oleh dapat atau tidaknya siswa menjawab soal-soal ujian seperti yang termuat dalam katekismus.

Bagian Kedua: Katekese Kontekstual
Solidaritas terhadap Sesama yang Menderita
Pemikiran Dasar:
Berbagai bencana, yang kerapkali terjadi dan dapat menimpa setiap orang kapan serta di mana saja, mendorong dan menuntut kita, sebagai yang berasal dari Bapa yang sama sekaligus berkodrat sosial, untuk selalu bersikap solider terhadap mereka yang menderita dengan berperan serta meringankan dan menanggung beban derita mereka itu bersama-sama.
Tujuan           :
            Membangun dan menumbuhkembangkan kesadaran untuk selalu bersikap solider terhadap sesama yang menderita.
Sarana            : Kitab Suci, buku “Kumpulan Lagu Rohani”, dan gitar
Bahan             :  Injil Lukas 5:17-26.
Peserta            :Umat lingkungan St. Raphael Malaikat Agung, Gereja Hati Kudus, Paroki Kramat, Jakarta.
Waktu                        : Pukul 19.00-20.45 WIB.
Tempat           : Rumah Bapak Alexandur Nantu, ketua lingkungan St. Raphael Malaikat Agung.
Proses Katekese Kontekstual:
PEMBUKAAN
1.      Lagu Pembuka: Bahagia Manusia
2.      Tanda Salib dan Salam
3.      Pengantar:
Saudara/i yang  terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita patut bersyukur dan melambungkan madah pujian kepada Allah, karena berkat rahmat-Nya, kita dapat berkumpul di tempat ini untuk merenungkan karya-Nya yang agung sekaligus membagi pengalaman hidup harian kita bersama. Akan tetapi, kita juga menyadari kelemahan dan kerapuhan kita sebagai manusia biasa, sehingga kita cenderung jatuh ke dalam jurang dosa. Untuk itu, marilah kita terlebih dahulu mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan seraya memohon belas kasih-Nya, agar kita senantiasa diterangi Roh Kudus dan kegiatan katekese kita malam ini pun dapat berjalan dengan baik.
4.      Pernyataan Tobat
5.      Doa Pembuka
Allah yang Mahatinggi dan penuh kemuliaan, terangilah kegelapan hati kami. Berilah kami iman yang benar, pengharapan yang teguh, dan kasih yang sempurna. Berikanlah kami juga, ya Tuhan, perasaan yang peka dan budi yang cerah agar kami mampu melaksanakan perintah-Mu yang kudus dan yang tak akan menyesatkan. Amin.
LANGKAH-LANGKAH DASAR KATEKESE KONTEKSTUAL
Langkah Pertama     : Memperlihatkan Pengalaman atau Fakta Hidup Harian
·         Pengantar
Saudara/i  yang terkasih, tema katekese kita malam ini adalah “Solidaritas terhadap Sesama yang Menderita”. Tema ini bertolak dari peristiwa tragis yang menimpa para peziarah, saudara/i kita umat muslim yang sedang menunaikan ibadah haji di Mecca, Arab Saudi. (Para peserta dimohon untuk menjaga ketenangan dan berusaha menyimak kisahnya)
·         Penceritaan kembali
(Fasilitator menceritakan kembali kisah tragis yang menimpa para peziarah yang sedang menunaikan ibadah haji di Mecca, Arab Saudi dan memperlihatkan upaya berbagai negara, terutama Indonesia untuk mempercepat identifikasi para korban yang meninggal serta mengevakuasi para korban yang selamat dalam insiden itu.)
·         Beberapa Pertanyaan Pokok
(Setelah selesai menceritakan kisah tersebut, fasilitator membantu para peserta mengulas pokok-pokok penting yang termuat, baik yang tersirat, maupun tersurat dalam kisah tersebut dengan mengajukan sejumlah pertanyaan penuntun yang sesuai dengan tema katekese.)
·         Rangkuman
(Setelah itu, penulis merangkum semua jawaban peserta dalam beberapa poin penting.)

Langkah Kedua        : Komunikasi Pengalaman Iman (menyangkut keprihatinan dan kegembiraan untuk diolah bersama)
·         Pengantar
Setelah kita mendengar, menyimak, dan mengulas tuntas kisah di atas dengan menjawab berbagai pertanyaan penuntun, sekarang kita menceritakan sekaligus membagikan pengalaman hidup kita masing-masing terkait tema katekese kita malam ini.
(Fasilitator memberi waktu dan kesempatan kepada para peserta untuk membagikan pengalaman pribadi mereka kepada yang lain terkait kisah di atas atau tema katekese. Perlu diingat bahwa jumlah para peserta dan waktu yang mereka gunakan untuk berbagi  pengalaman perlu dibatasi. Pada bagian ini, tidak menutup kemungkinan adanya proses tanya-jawab antarpeserta atau antara peserta dengan fasilitator)
·         Rangkuman
(Setelah menyimak dan mendengarkan pengalaman pribadi peserta, fasilitator merangkumnya dalam beberapa poin penting, lalu kembali mengutarakannya kepada para peserta.)
·         Lagu: Cinta Kasih Tuhan yang Tercurah
(Sebagai selingan sekaligus upaya mencairkan suasana, sebuah lagu dinyanyikan bersama-sama, baik dengan atau tanpa gerakan tari.)

Langkah Ketiga        : Komunikasi dengan Tradisi Kristiani (iman kita disadari oleh pribadi Kristus dan juga iman para rasul tentang Dia sebagai Penyelamat.)
·         Pengantar
Sebagai yang berasal dari Bapa yang sama dan berdasarkan kodrat kita sebagai makhluk sosial, bersikap solider terhadap sesama merupakan tuntutan kewajiban moral. Bacaan Injil tentang Yesus menyembuhkan seorang lumpuh yang hendak kita renungkan bersama saat ini menjadi contoh yang baik akan hal itu. (Semua peserta mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan dalam keheningan.)
·         Bacaan Kitab Suci
(Seorang peserta membacakan Injil Lukas 5:17-26)
·         Renungan Singkat
(Setelah kitab suci dibacakan, para peserta diminta untuk hening sejenak selama lima menit. Setelah itu, fasilitator memberi renungan singkat tentang bacaan Injil. Kemudian, melontarkan beberapa pertanyaan pokok terkait bacaan tersebut sehingga dapat dihubungkan dengan tema katekese.)
·         Rangkuman
(Fasilitator sekali lagi memberi rangkuman terhadap berbagai jawaban yang dikemukakan oleh para peserta terkait hubungan antara bacaan tersebut dengan tema yang diusung.)

Langkah Keempat    : Arah Keterlibatan Baru (menolong para peserta untuk mengalami panggilan mereka dan menjalankan pengutusan mereka dengan terlibat langsung. Untuk itu, perlu ada perencanaan konkret tentang arah hidup baru.)
·         Pengantar
Saudara/i yang terkasih dalam Kristus, setelah menyimak kisah tragis di atas dan mendalaminya dengan menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, lalu menceritakan pengalaman iman kita terkait persoalan tersebut, serta menghubungkannya dengan firman Tuhan yang telah kita renungkan bersama, sekarang kita diajak untuk melangkah lebih jauh, yakni mengaplikasikan semuanya itu dalam ranah praksis dengan mencari dan menemukan aksi nyata kita sebagai ungkapan solidaritas yang merupakan tanggung jawab moral kita terhadap sesama saudara kita, para korban bencana alam, yang ditimpa kemalangan.
·         Jajak Pendapat dan Membangun Komitmen
(Fasilitator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk mengemukakan atau menawarkan tindakan-tindakan nyata yang hendak mereka lakukan. Sementara itu, fasilitator juga mendengar, mencatat, dan merangkum semua aksi nyata yang ditawarkan para peserta. Kemudian, menegaskannya kembali. Setelah itu, membangun komitmen bersama untuk berani dan setia menjalani semua aksi nyata yang telah ditawarkan itu.)

PENUTUP
1.      Doa Penutup (didoakan bersama-sama)
Ya Bapa, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat-Mu, karena Engkau telah menerangi hati dan akal budi kami untuk semakin peka terhadap penderitaan sesama. Bantulah kami agar mampu melaksanakan dengan setia dan sukacita segala hal yang telah kami rencanakan bersama dalam pertemuan malam hari ini. Semoga kami mampu memberikan yang terbaik dari diri kami kepada mereka yang sangat membutuhkan dan mengharapkan bantuan kami. Semua ini kami lakukan, bukan untuk kebahagiann kami semata-mata, melainkan demi kemuliaan nama-Mu hari ini, esok, dan sepanjang segala masa. Amin.

2.      Lagu Penutup: Bahasa Kasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku adalah Aku", Arti Sebuah Nama

JURNAL III Kamis, 14 April 2016 “Aku adalah Aku”. Inilah nama yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Nama Allah tersebut sebenarnya adalah terjemahan dari “ EHYEH ASYER EHYEH ”. Akar kata EHYEH itu sendiri adalah HYH yang diartikan sebagai “Ada”. Kata “Ada” kemudian merujuk pada waktu yang belum selesai, masa kini dan masa depan (sebentuk imperfek). Dengan demikian, kata ini, dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘Aku adalah Aku yang sekarang Ada; Aku adalah Aku yang akan Ada. Yang hendak ditekankan di sini sesungguhnya ialah sifat dari Yang Ilahi, yakni yang tidak dapat mengenal waktu. Dengan kata lain, Yang Ilahi itu bersifat kekal. Dalam dimensi kekekalan itu, tersingkap pula sifat misteri dan transendensi dari Yang Ilahi. Kata HYH kemudian berkembang menjadi YHWH. Dalam bentuk orang ketiga, HYH menjadi YIHYEH atau dalam bentuk yang lebih tua ialah Yahweh. Yahweh itu sendiri dapat diartikan sebagai ‘Dia yang menyebabkan apa yang ada’. Segala sesuatu ...

Makna di Balik Si vis Pacem, Para Bellum

JURNAL I Kamis,31 Maret 2016 Sebuah pepatah Latin klasik berbunyi demikian: “ Si vis Pacem, Para Bellum ”. Artinya, ‘Jika engkau mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Dengan rumusan yang berbeda, Flavius Vegetius Renatus --sekitar tahun 400 M, di dalam kata pengantar De re Militari -- menyatakan hal yang senada: “ Qui Desiderat Pacem, Bellum Praeparat ”. Artinya, ‘Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan, kedua pepatah ini perlu ditafsir secara bijak dan kritis. Pepatah-pepatah tersebut tentunya tidak bermaksud negatif. Dalam artian, memotivasi orang untuk terlebih dahulu menciptakan situasi ketidaknyamanan (perang, misalnya), sebelum akhirnya dapat menciptakan situasi nyaman penuh kedamaian. Lagi pula, ini bukan masalah seputar ‘mana yang terlebih dahulu’ atau ‘mana yang lebih kemudian’. Mengapa? Karena dengan pemahaman yang demikian, orang dapat mengalami kesesatan berpikir. Perdamaian lalu dili...