JURNAL IV
Kamis, 25 Februari 2016
Allah
menciptakan langit dan bumi beserta isinya dalam tujuh hari. Demikianlah
gambaran umum kisah penciptaan yang termuat dalam kitab Kejadian pasal 1 dan 2.
Dalam jurnal IV ini, saya tidak membahas kebenaran kisah penciptaan tersebut secara
historis, tetapi yang hendak saya garisbawahi adalah konsep mengenai penciptaan
itu sendiri. Selama ini, saya dan mungkin juga Anda berpikir bahwa Allah telah menciptakan
langit dan bumi beserta segala isinya dari ketiadaan. Pertanyaannya adalah
benarkah kisah penciptaan itu bertolak dari konsep creatio ex nihillo? Untuk menjawab pertanyaan ini, makna dari kata ‘menciptakan’
itu sendiri perlu dikaji lebih jauh.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘menciptakan’ berarti membuat atau mengadakan
sesuatu yang baru samasekali, yang belum pernah ada sebelumnya. Akan tetapi, jika
sungguh dikritisi, makna leksikal “membuat” dan “mengadakan” sebenarnya tidak
samasekali sama saja. Secara sederhana, “membuat” merujuk pada sebuah proses kemenjadian
dan mengasumsikan adanya bahan-bahan tertentu yang siap diolah menjadi sesuatu ,
sedangkan “mengadakan” mengasumsikan sesuatu itu ada karena tidak ada sesuatu
sebelum sesuatu itu ada. Dengan
kata lain, “mengadakan” berarti membuat
ada atau mencipta dari ketiadaan.
Bertolak dari pemahaman ini, saya meyakini bahwa kisah
penciptaan itu samasekali tidak didasarkan pada konsep creatio ex nihillo. Allah tidak menciptakan langit dan bumi beserta
segala isinya dari ketiadaan. Pada bagian awal kisah penciptaan dikemukakan bahwa
pada mulanya, bumi belum berbentuk dan kosong (TOHUWEBOHU); gelap gulita (TEHOM)
menutupi samudera raya (MAYIM); dan
Roh Allah (RUAH ELOHIM). Gambaran ini tentu menunjukkan adanya kondisi chaos (kekacauan). Dengan kuasanya,
Allah kemudian mengubah kekacauan itu menjadi sebuah harmonisasi. Allah
memisahkan hal yang satu dengan yang lainnya sedemikian rupa, sehingga
terciptalah keteraturan. “Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu
dipisahkannyalah terang itu dari gelap. Dan jadilah terang itu” (Kejadian 1:3).
Dengan demikian, kisah penciptaan sesungguhnya tidak berbicara mengenai creatio ex nihillo, tetapi upaya Allah untuk
mengharmonisasikan ke-chaos-an alam
semesta. Tahap-tahap pengharmonisasian itu lalu membentuk sebuah kisah penciptaan
yang utuh. Inilah Pandangan baru yang saya peroleh dari mata kuliah Tafsir
Taurat hari ini.
Komentar
Posting Komentar