Langsung ke konten utama

Mitologi: Sumber Penulisan Torah?



Jurnal 3
Kamis, 18 Februari 2016
Polemik seputar Hukum Taurat tidak hanya berkutat soal siapakah penulis yang sesungguhnya dari Taurat Musa, tetapi juga menyerempet ke arah sumber-sumber yang mendasari penulisan Torah tersebut. Diyakini bahwa kisah-kisah tertentu yang termuat dalam Torah, seperti kisah penciptaan dan air bah bersumber pada atau memiliki kaitan erat dengan mitologi-mitologi yang berasal dari daerah tertentu. Misalkan saja, mitologi Enuma Elish dan Atrhasis Epic yang berasal dari Babilonia, serta mitologi The Epic of Gilgamesh dari Mesopotamia. Semakin menjadi tema perdebatan yang menarik apabila mitologi-mitologi tersebut justru berasal dari wilayah-wilayah kafir yang menganut politeisme, dan bahkan adalah tempat di mana bangsa Israel itu sendiri diperbudak. Jikalau demikian, pertanyaan yang kemudian diajukan ialah “Sungguhkah mitologi-mitologi tersebut berhubungan erat dengan Alkitab (Torah)? Jikalau memang berhubungan, masihkah kita mempercayai kisah-kisah yang termuat dalam Torah (KS) itu sebagai Sabda Allah?
Berdasarkan penelitian beberapa ahli yang telah membandingkan urutan cerita tentang penciptaan yang ada dalam Enuma Elis dan Kitab Kejadian, memang terdapat sejumlah persamaan yang berhasil ditemukan. Misalkan saja, keduanya sama-sama memberikan laporan mengenai penciptaan langit dan bumi sebelum diciptakannya tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Selain itu, dipaparkan juga penciptaan (pemisahan dari gelap) terang sebelum ada sumber-sumber terang, seperti matahari, bulan, dan bintang-bintang. Meskipun demikian, persamaan-persamaan tersebut tidak dapat membuktikan begitu saja bahwa cerita penciptaan dalam Kitab Kejadian bersumber pada Enuma Elis begitu juga sebaliknya. Lagipula, tetap saja ada perbedaan mencolok antara keduanya. Misalkan saja dalam Enuma Elis, dewa Marduk ditampilkan sangat menonjol dan penciptaan seperti hanya tambahan saja. Sementara dalam Kitab Kejadian, penciptaan menjadi tema yang begitu penting.
Terkait pertanyaan kedua yang dilontarkan di atas, saya memberikan jawaban demikian: Kebenaran Torah (KS) adalah kebenaran iman yang melampaui historisitas dan rasionalitas. Secara historis-rasional, mitologi dan kisah-kisah dalam KS memang susah diterima. Akan tetapi, yang ingin ditonjolkan bukanlah kisah-kisah penciptaan pada dirinya sendiri, melainkan makna yang ada di balik kisah-kisah tersebut. Lagipula, KS adalah ungkapan iman umat Israel dan ditulis untuk memperkenalkan siapa sebenarnya Allah itu. Dengan memiliki gambaran yang tepat mengenai Allah (terlepas dari keterbatasan manusiawi), relasi yang baik dan harmonis antara Allah, Sang Pencipta dengan manusia sebagai ciptaan dapat dibangun. Bagi saya, itulah iman yang sesungguhnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku adalah Aku", Arti Sebuah Nama

JURNAL III Kamis, 14 April 2016 “Aku adalah Aku”. Inilah nama yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Nama Allah tersebut sebenarnya adalah terjemahan dari “ EHYEH ASYER EHYEH ”. Akar kata EHYEH itu sendiri adalah HYH yang diartikan sebagai “Ada”. Kata “Ada” kemudian merujuk pada waktu yang belum selesai, masa kini dan masa depan (sebentuk imperfek). Dengan demikian, kata ini, dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘Aku adalah Aku yang sekarang Ada; Aku adalah Aku yang akan Ada. Yang hendak ditekankan di sini sesungguhnya ialah sifat dari Yang Ilahi, yakni yang tidak dapat mengenal waktu. Dengan kata lain, Yang Ilahi itu bersifat kekal. Dalam dimensi kekekalan itu, tersingkap pula sifat misteri dan transendensi dari Yang Ilahi. Kata HYH kemudian berkembang menjadi YHWH. Dalam bentuk orang ketiga, HYH menjadi YIHYEH atau dalam bentuk yang lebih tua ialah Yahweh. Yahweh itu sendiri dapat diartikan sebagai ‘Dia yang menyebabkan apa yang ada’. Segala sesuatu ...

Katekese Dasar

Bagian Pertama: Katekese Dasar 1.1 Beberapa Materi Pokok dalam Matakuliah Katekese Dasar 1.1.1   Pengertian Dasar Katekese Katekese berasal dari kata benda bahasa Yunani katēchēsis; katēchein dengan akar katanya, kat (keluar/ke arah luar) dan echo (gema/gaung). Dengan demikian, secara etimologis, katekese berarti suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luar berupa pengajaran lisan yang sistematis. Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU. 21). Meskipun terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, kekhasan katekese, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan (DKU. 31). Dalam beberapa dokumen gereja, seperti Evangelii Nuntiandi (artikel 44), katekese menjadi sarana evangelisasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi katekese sendiri berisikan wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyela...

Makna di Balik Si vis Pacem, Para Bellum

JURNAL I Kamis,31 Maret 2016 Sebuah pepatah Latin klasik berbunyi demikian: “ Si vis Pacem, Para Bellum ”. Artinya, ‘Jika engkau mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Dengan rumusan yang berbeda, Flavius Vegetius Renatus --sekitar tahun 400 M, di dalam kata pengantar De re Militari -- menyatakan hal yang senada: “ Qui Desiderat Pacem, Bellum Praeparat ”. Artinya, ‘Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan, kedua pepatah ini perlu ditafsir secara bijak dan kritis. Pepatah-pepatah tersebut tentunya tidak bermaksud negatif. Dalam artian, memotivasi orang untuk terlebih dahulu menciptakan situasi ketidaknyamanan (perang, misalnya), sebelum akhirnya dapat menciptakan situasi nyaman penuh kedamaian. Lagi pula, ini bukan masalah seputar ‘mana yang terlebih dahulu’ atau ‘mana yang lebih kemudian’. Mengapa? Karena dengan pemahaman yang demikian, orang dapat mengalami kesesatan berpikir. Perdamaian lalu dili...