Langsung ke konten utama

Tafsir Injil Markus

Sumber: Leks, Stefan. Tafsir Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Injil yang Dilupakan
Injil markus disepelekan berabad-abad lamanya sebab isinya dipandang sebagai semacam ringkasan injil Matius semata-mata. Sering dikatakan bahwa hampir seluruh injil markus dapat ditemukan dalam injil Matius ataupun Lukas. Akibatnya, bacaan-bacaan khas Injil Markus pun dianggap kurang berbobot.
Boleh dikatakan bahwa Injil Markus “ditemukan kembali” baru pada abad XIX dan langsung dihargai sebab dianggap sangat historis. Pada abad ini mulai berkembang ilmu penyelidikan redaksi yang berhasil menyadarkan para ahli bahwa Injil Markus sangat berharga bukan karena tersusun sebelum Injil Matius dan Lukas, bukan juga karena urutan peristiwa yang diceritakannya lebih kronologis, melainkan karena penulisnya sungguh-sungguh seorang yang jenius. Ia menciptakan sebuah dokumen Kristen tanpa memiliki contoh-contoh yang serupa. (halaman 12)
Tahun Tersusunnya Injil Markus
            Dari injil Markus sendiri dapat disimpulkan bahwa kitab itu disusun di Roma antara tahun 65-70. Pada waktu itu, orang-orang Yahudi yang menetap di Tanah Suci mulai memberontak terhadap pemerintahan Roma. Hal itu tentu berakibat fatal bagi umat Kristen di Roma yang sebagiannya memang keturunan Yahudi. Injil Markus disusun dalam masa penuh ketegangan dan bahaya bagi umat Kristen itu. (halaman 13)
Isi Utama Injil Markus
            Injil Markus berisi sekumpulan cerita berlatarbelakang historis tentang Yesus. Cirinya yang khas ialah aksi yang berlangsung cepat dan penuh ketegangan. Yesus digambarkan sebagai manusia aksi yang tanpa mengenal lelah berkeliling di Palestina sambil berkarya. Boleh dikatakan bahwa Injil Markus berisikan semacam panorama kehidupan Yesus yang terekam dalam ingatan para rasul dan pengikutnya yang pertama.
            Yesus ditampilkan sebagai orang yang biasanya menyembunyikan keilahiannya. Yesus hanya sekali saja menampakkan kemulian-Nya, membuka selubung misteri Ilahi-Nya di hadapan tiga rasul pilihan-Nya. Akan tetapi, peristiwa itu samasekali tidak dapat mengatasi ketidakpahaman ketiga rasul itu mengenai jati diri Yesus yang sebenarnya. (halaman 14)
Tujuan Utama Injil Markus
            Yang menjadi motif dominan Injil Markus adalah pertanyaan “Siapakah Yesus, orang Nasaret itu?”, serta jawaban atasnya: “Yesus adalah Putra Manusia, Putra Allah, dan Mesias yang tersembunyi. Jawaban ini merupakan tantangan bagi para pembaca Injil Markus.
            Apa yang dimaksud dengan terminologi “tantangan” mudah ditangkap bila pembaca secara khusus memperhatikan peranan para pengikut Yesus dalam kitab ini sebab lewat merekalah disampaikan pesan yang utama. Artinya, bila Yesus mengajukan sebuah pertanyaan kepada para pengikut-Nya, pertanyaan itu sesungguhnya ditujukan juga kepada sidang pembaca Injil Markus sendiri. Bila Yesus memberikan sebuah instruksi kepada mereka, instruksi itu juga ditujukan kepada para pembaca. Pendek kata, seluruh Injil Markus adalah semacam pengajaran tentang arti ‘percaya’ dan ‘mengikuti’ Yesus. Lewat kitab yang disusunnya, Markus berusaha menjelaskan kepada umat Kristen tahun 70-an peranan dan arti Kristus.
Tantangan Injil Markus terletak dalam cara ia menyampaikan penjelasannya. Ia tidak mau melatih para pembaca kitabnya secara intelektual, misalnya dengan menyajikan suatu rumusan yang sudah jadi: “Yesus itu mesias” atau “Yesus itu Putera Allah”. Ia juga tidak puas bila pembaca kitabnya mengaku Yesus sebagai Mesias atau Putera Allah, misalnya “Engkau adalah Kristus” . Ia mendesak agar para pembaca hidup sesuai dengan paham dan pengakuan itu, yaitu hidup dengan mengikuti jalan Tuhan yang disalibkan. Tantangan itu terletak dalam sengsara Yesus yang harus dihayati oleh para pengikut-Nya.
Apa pun pendapat orang tentang Injil Markus, satu hal dapat dipastikan: Injil itu terpusatkan “sengsara” Yesus. Mengaku Yesus sebagai Kristus dan Putera Allah, bukan perkara teologi semata-mata, melainkan perkara keterlibatan dan keputusan bulat untuk mengikuti Yesus dengan menjadi pelayan bagi semua, hamba bagi semua (Mrk, 9:35), sambil mengangkat palang sengsara (Mrk, 8:45). (halaman 15-16)
Jaya karena Sengsara
            Mengapa Markus begitu menekankan pentingnya pelayanan dan keikutsertaan dalam sengsara Yesus itu? Sebab ia menulis kitabnya bagi umat Kristen yang sama seperti umat sekarang sudah percaya bahwa Yesus telah dibangkitkan. Sama seperti umat masa kini pun mudah lupa bahwa Yesus jangan dipahami dan dilihat sebagai pemenang yang jaya saja. Seba Ia jaya hanya karena pernah bersengsara dan wafat di salib.

            Pengakuan iman yang lengkap akan Yesus terjadi dalam kehidupan nyata para pengikut-Nya, bukan dalam rumusan-rumusan yang indah. Setiap pengakuan iman akan Yesus menjadi kabur, bahkan tidak bermakna, bila tidak didukung hidup sebagaimana yang diharapkan Yesus sendiri. (halaman 16-17)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku adalah Aku", Arti Sebuah Nama

JURNAL III Kamis, 14 April 2016 “Aku adalah Aku”. Inilah nama yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Nama Allah tersebut sebenarnya adalah terjemahan dari “ EHYEH ASYER EHYEH ”. Akar kata EHYEH itu sendiri adalah HYH yang diartikan sebagai “Ada”. Kata “Ada” kemudian merujuk pada waktu yang belum selesai, masa kini dan masa depan (sebentuk imperfek). Dengan demikian, kata ini, dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘Aku adalah Aku yang sekarang Ada; Aku adalah Aku yang akan Ada. Yang hendak ditekankan di sini sesungguhnya ialah sifat dari Yang Ilahi, yakni yang tidak dapat mengenal waktu. Dengan kata lain, Yang Ilahi itu bersifat kekal. Dalam dimensi kekekalan itu, tersingkap pula sifat misteri dan transendensi dari Yang Ilahi. Kata HYH kemudian berkembang menjadi YHWH. Dalam bentuk orang ketiga, HYH menjadi YIHYEH atau dalam bentuk yang lebih tua ialah Yahweh. Yahweh itu sendiri dapat diartikan sebagai ‘Dia yang menyebabkan apa yang ada’. Segala sesuatu ...

Katekese Dasar

Bagian Pertama: Katekese Dasar 1.1 Beberapa Materi Pokok dalam Matakuliah Katekese Dasar 1.1.1   Pengertian Dasar Katekese Katekese berasal dari kata benda bahasa Yunani katēchēsis; katēchein dengan akar katanya, kat (keluar/ke arah luar) dan echo (gema/gaung). Dengan demikian, secara etimologis, katekese berarti suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luar berupa pengajaran lisan yang sistematis. Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU. 21). Meskipun terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, kekhasan katekese, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan (DKU. 31). Dalam beberapa dokumen gereja, seperti Evangelii Nuntiandi (artikel 44), katekese menjadi sarana evangelisasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi katekese sendiri berisikan wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyela...

Makna di Balik Si vis Pacem, Para Bellum

JURNAL I Kamis,31 Maret 2016 Sebuah pepatah Latin klasik berbunyi demikian: “ Si vis Pacem, Para Bellum ”. Artinya, ‘Jika engkau mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Dengan rumusan yang berbeda, Flavius Vegetius Renatus --sekitar tahun 400 M, di dalam kata pengantar De re Militari -- menyatakan hal yang senada: “ Qui Desiderat Pacem, Bellum Praeparat ”. Artinya, ‘Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan, kedua pepatah ini perlu ditafsir secara bijak dan kritis. Pepatah-pepatah tersebut tentunya tidak bermaksud negatif. Dalam artian, memotivasi orang untuk terlebih dahulu menciptakan situasi ketidaknyamanan (perang, misalnya), sebelum akhirnya dapat menciptakan situasi nyaman penuh kedamaian. Lagi pula, ini bukan masalah seputar ‘mana yang terlebih dahulu’ atau ‘mana yang lebih kemudian’. Mengapa? Karena dengan pemahaman yang demikian, orang dapat mengalami kesesatan berpikir. Perdamaian lalu dili...