Langsung ke konten utama

Jalan Saintifik-Kosmologis Menuju Tuhan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, termasuk dalam bidang astronomi dan kosmologi, menjadi momok yang menakutkan bagi orang beriman. Kaum skeptis, rasionalis, dan ateis menggunakan senjata ampuh ini untuk melawan keyakinan kaum beriman akan adanya Tuhan. Namun, benarkah kemajuan dalam dunia sains menjadi bukti terkuat untuk dapat menyangkal eksistensi Tuhan? Belum tentu! Sains berwajah ganda. Film The Privileged Planet memperlihatkan hal sebaliknya: sains juga dapat menjadi jalan menuju Tuhan.
Pertanyaan dan masalah fundamental yang hendak ditanggapi serta dipecahkan dalam The Privileged Planet adalah mengapa planet bumi begitu istimewa? Dari milyaran galaksi di alam semesta, apakah terdapat planet-planet lain yang juga dapat menunjang kehidupan kompleks seperti planet bumi? Yang pasti adalah dalam galaksi Bima Sakti, ahli-ahli saintifik, astronomi, dan kosmologi telah membuktikan bahwa bumi merupakan satu-satunya planet yang memungkinkan adanya kehidupan.
Berdasarkan penelitan para ahli tersebut, bumi terletak dalam Zona Hunian Galaksi. Jarak antara Bumi dengan matahari sebagai pusat tata surya sangatlah tepat. Di satu sisi, Bumi tidak terletak begitu dekat dengan matahari, sebab jika demikian, maka nasibnya akan sama seperti Merkurius dan Venus (planet-planet neraka) yang selalu terbakar karena panas terik matahari. Di lain sisi, Bumi tidak terletak begitu jauh dari Matahari, sebab jika demikian, maka nasibnya akan sama seperti Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus yang atmosfernya berselimutkan kabut tebal tak tembus pandang, sehingga suhu udara menjadi sangat dingin. Kehidupan kompleks tentu tidak akan terbentuk dalam suhu yang demikian ekstrem: sangat panas, atau pun sebaliknya sangat dingin.
Kehidupan kompleks baru sungguh-sungguh terjadi apabila unsur-unsur pembentuknya bersifat fined tuned (tertata persis-rinci). Artinya, andaikata sifat-sifat fisikalis alam raya di pelbagai tahap terjadinya sedikit saja berbeda, maka kehidupan mustahil ada (Magnis Suseno, 2006: 137). Bumi memiliki semua unsur yang memungkinkan terjadinya kehidupan dengan jumlah, ukuran, atau porsi yang sangat tepat dan selaras. Hal ini tentu tidak terjadi karena adanya suatu ‘undian kosmis’, seakan-akan dari milyaran kemungkinan alternatif yang tersedia, alam raya “memilih” begitu saja satu alternatif yang tepat-sasar seperti adanya sekarang ini.
Kehidupan kompleks di planet bumi tidak terjadi secara kebetulan. Jika alam raya dan unsur-unsur yang memungkinkan terjadinya kehidupan di planet bumi tertata secara persis-rinci (fined tuned), maka tidak dapat tidak diandaikan adanya suatu rancangan kosmis yang sangat besar dan brilian. Rancangan kosmis itu tentu dibuat oleh Sang Perancang itu sendiri. Dalam bahasa kaum beriman, Sang Perancang itu tidak lain ialah Tuhan Pencipta. Bukankah keterarahan alam semesta tersebut juga hanya dapat dimengerti apabila berpijak pada keyakinan akan adanya Yang Mengarahkan? Inilah jalan saintifik-kosmologis yang dapat menghantar manusia menuju “sesuatu yang lebih besar daripadanya tidak dapat dipikirkan”, yaitu Tuhan sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku adalah Aku", Arti Sebuah Nama

JURNAL III Kamis, 14 April 2016 “Aku adalah Aku”. Inilah nama yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Nama Allah tersebut sebenarnya adalah terjemahan dari “ EHYEH ASYER EHYEH ”. Akar kata EHYEH itu sendiri adalah HYH yang diartikan sebagai “Ada”. Kata “Ada” kemudian merujuk pada waktu yang belum selesai, masa kini dan masa depan (sebentuk imperfek). Dengan demikian, kata ini, dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘Aku adalah Aku yang sekarang Ada; Aku adalah Aku yang akan Ada. Yang hendak ditekankan di sini sesungguhnya ialah sifat dari Yang Ilahi, yakni yang tidak dapat mengenal waktu. Dengan kata lain, Yang Ilahi itu bersifat kekal. Dalam dimensi kekekalan itu, tersingkap pula sifat misteri dan transendensi dari Yang Ilahi. Kata HYH kemudian berkembang menjadi YHWH. Dalam bentuk orang ketiga, HYH menjadi YIHYEH atau dalam bentuk yang lebih tua ialah Yahweh. Yahweh itu sendiri dapat diartikan sebagai ‘Dia yang menyebabkan apa yang ada’. Segala sesuatu ...

Katekese Dasar

Bagian Pertama: Katekese Dasar 1.1 Beberapa Materi Pokok dalam Matakuliah Katekese Dasar 1.1.1   Pengertian Dasar Katekese Katekese berasal dari kata benda bahasa Yunani katēchēsis; katēchein dengan akar katanya, kat (keluar/ke arah luar) dan echo (gema/gaung). Dengan demikian, secara etimologis, katekese berarti suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luar berupa pengajaran lisan yang sistematis. Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU. 21). Meskipun terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, kekhasan katekese, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan (DKU. 31). Dalam beberapa dokumen gereja, seperti Evangelii Nuntiandi (artikel 44), katekese menjadi sarana evangelisasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi katekese sendiri berisikan wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyela...

Makna di Balik Si vis Pacem, Para Bellum

JURNAL I Kamis,31 Maret 2016 Sebuah pepatah Latin klasik berbunyi demikian: “ Si vis Pacem, Para Bellum ”. Artinya, ‘Jika engkau mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Dengan rumusan yang berbeda, Flavius Vegetius Renatus --sekitar tahun 400 M, di dalam kata pengantar De re Militari -- menyatakan hal yang senada: “ Qui Desiderat Pacem, Bellum Praeparat ”. Artinya, ‘Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan, kedua pepatah ini perlu ditafsir secara bijak dan kritis. Pepatah-pepatah tersebut tentunya tidak bermaksud negatif. Dalam artian, memotivasi orang untuk terlebih dahulu menciptakan situasi ketidaknyamanan (perang, misalnya), sebelum akhirnya dapat menciptakan situasi nyaman penuh kedamaian. Lagi pula, ini bukan masalah seputar ‘mana yang terlebih dahulu’ atau ‘mana yang lebih kemudian’. Mengapa? Karena dengan pemahaman yang demikian, orang dapat mengalami kesesatan berpikir. Perdamaian lalu dili...