Langsung ke konten utama

Filsafat Teknologi J. Ellul



Tujuan Filsafat Teknologi:
Pemahaman Fundamental Teknik dan Maknanya dalam Masyarakat Teknologi[1]

Adalah Jacques Ellul, seorang sosiolog, filosof, dan teolog Kristen asal Perancis, yang secara komprehensif merumuskan suatu filsafat sosial mengenai kebudayaan teknik (the technological civilization) dewasa ini. Dalam bukunya yang terkenal The Technological Society, secara sederhana, namun dengan analisis yang mendetail, ia mempresentasikan pemahaman nyata dan fundamental mengenai teknik dan, tentu saja, peranannya bagi masyarakat teknologi. Selain menjadi inti filsafat teknologinya, kedua pokok bahasan tersebut sangatlah penting untuk dibahas lebih dalam karena melaluinya, Ellul hendak membangunkan para pembaca yang sedang tertidur lelap untuk menyadari hakekat teknologi dan makna atau manfaatnya bagi masyarakat modern. Inilah yang hendak penulis uraikan dalam esai ini.

Arah dan Tujuan Penulisan The Technology Society
Sebelum mengemukakan pemahaman yang nyata dan fundamental mengenai teknik, alangkah baiknya apabila dicantumkan terlebih dahulu arah dan tujuan penulisan The Technological Society. Hal ini penting untuk dikedepankan, mengingat adanya pelbagai kesalahpahaman dalam diskursus-diskursus seputar teknik. Itulah sebabnya, pada bagian awal dari kata pengantar The Technology Society untuk edisi Perancis, Ellul menegaskan bahwa ia pertama-tama hendak memecahkan problem kesalahpahaman tersebut.
Upaya pemecahan masalah tersebut dilakukan dengan memaparkan apa yang menjadi arah dan tujuan utama penulisan bukunya ini. Yang pasti ialah sejak semula ia sudah menyatakan dengan tegas bahwa ia tidak bermaksud mendeskripsikan pelbagai pengertian teknik yang mewarnai masyarakat teknologi. Menurutnya, akan sangat memerlukan referensi yang banyak supaya deskripsi atas peralatan-peralatan teknis (yang tak terhitung jumlahnya) yang diciptakan oleh manusia itu dapat dikerjakan secara lengkap. Selain itu, sudahlah cukup baginya menggunakan kata-kata dasariah untuk menggambarkan berbagai teknik yang sudah ada. Oleh karena itu, dalam bukunya ini, ia harus sering menyinggung beberapa di antaranya agar penerapan dan mekanika teknik tersebut akrab bagi pembaca.
Lebih lanjut, ditegaskannya pula bahwa ia tidak bermaksud menyimpulkan suatu pertimbangan yang positif atau negatif, dari apa yang sejauh ini telah dicapai melalui teknik-teknik tersebut, atau untuk membandingkan apa keuntungan dan kerugiannya. Ia pun tidak akan membahas lagi apa yang telah sering dinyatakan, yakni bahwa melalui teknologi pekerjaan yang dulunya dapat diselesaikan dalam waktu seminggu, kini dapat dipersingkat dalam waktu sehari; atau dengan berkembangnya teknologi, standar hidup manusia pun turut meningkat; atau seiring perkembangan teknologi yang sedemikian canggih, begitu banyak para pekerja mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan mesin, dsb.
Pada akhirnya, ia juga tidak bermaksud untuk membuat penilaian yang etis dan estetis mengenai teknik. Menurutnya, seorang manusia tetaplah manusia dan bukan sekadar gambar dari sebuah fotografi. Sebagai manusia, ia tentu memiliki pandangan tersendiri mengenai teknik. Pandangan itu muncul dari dalam dirinya sendiri. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menghalangi obyektivitas teknik yang lebih mendalam. Ini menjadi tanda bagi para pemuja teknik agar tidak ragu-ragu memandangnya secara pesimis dan bagi para pembenci teknik untuk tidak ragu-ragu memandangnya secara optimis.
Setelah menguraikan persoalan mengenai kesalahpahaman dalam diskursus seputar teknik tersebut, pertanyaan problematif yang diajukan sekarang adalah apa yang menjadi arah dan tujuan penulisan bukunya ini? Pada kata pengantar dari The Technological Society untuk edisi Amerika yang telah direvisi, secara eksplisit ia mengemukakan bahwa tujuannya adalah “membangkitkan kesadaran pembaca tentang kebutuhan teknologi dan maknanya”. Dengan rumusan lain, melalui tulisannya ini, Ellul sesungguhnya ingin membangunkan mereka yang selama ini tertidur lelap agar dapat menyadari pemahaman yang nyata dan fundamental dari teknologi, sekaligus melihat manfaat apa yang diberikannya bagi masyarakat teknologi saat ini.

Pemahaman yang nyata dan fundamental tentang teknik
Pembahasan mengenai teknik menjadi obyek utama, sasaran satu-satunya yang hendak dicapai dalam The Technological Society. Untuk itu, ia memberikan pemahaman yang nyata dan fundamental mengenai teknik. Menurutnya, istilah teknik tidak merujuk pada mesin-mesin, teknologi, atau prosedur untuk memperoleh hal ini atau hal itu. Dalam masyarakat teknologi, demikian Ellul, “teknik adalah keseluruhan dari metode yang secara rasional tiba pada dan memiliki efisiensi yang mutlak (untuk tahap perkembangan yang tertentu) dalam setiap bidang aktivitas manusia.[2] Definisi ini mengandung suatu pemahaman bahwa teknik mengacu pada serangkaian cara atau metode yang sudah distandardisasi. Artinya, untuk dapat mencapai hasil yang telah diperhitungkan sebelumnya, teknik telah mengalami penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dsb) dengan pedoman atau standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, teknik mampu mengubah perilaku, tindakan, dan kegiatan spontan manusia menjadi tindakan dan kegiatan yang diperhitungkan secara ilmiah.
Menariknya bahwa definisi yang dipaparkan Ellul ini bukan suatu konsep teoretis belaka. Definisi itu bertolak dari survei atas setiap aktivitas manusia dan observasi atas fakta-fakta dari apa yang manusia modern sebut sebagai teknik pada umumnya. Selain itu, definisi ini juga berpijak pada penyelidikan atas pelbagai tempat di mana para ahli telah menyatakan bahwa mereka memiliki sebuah teknik.
Namun, kata teknik di sini tidak memberi penekanan pada satu aspek atau karakteristik saja. Pada satu titik, penekanan teknik mungkin terletak pada aspek rasionalitas, tetapi di titik yang lain, penekanan teknik terletak pada efisiensi dan prosedurnya, atau juga pada dimensi sosiologisnya. Hal itu terjadi karena karakteristik-karakteristik (rasionalitas, efisiensi dan prosedurnya, serta aspek sosiologisnya) yang terkandung dalam definisi teknik tersebut samasekali baru. Istilah baru tentu merujuk pada suatu pemahaman yang berbeda mengenai teknik dalam masyarakat teknologi dan dalam masyarakat tradisional yang pola pikirnya masih terbelenggu oleh pelbagai larangan, pantangan, dan ritual tertentu. Meskipun demikian, menurut Ellul, definisi teknik dalam masyarakat teknologi pada umumnya tetaplah sama.
Selanjutnya, pokok yang perlu diuraikan adalah makna atau manfaat dari teknik itu sendiri terhadap pelbagai aspek kehidupan masyarakat teknologi dewasa ini.

Makna Teknik dalam Masyarakat Teknologi
Salah satu karakteristik yang terkandung dalam definisi teknik terletak pada aspek sosiologisnya. Aspek sosiologis teknik ini merujuk pada setiap bidang aktivitas manusia. Itu berarti kita harus mempertimbangkan dampak dari teknik tersebut bagi hubungan-hubungan sosial, struktur politik, dan fenomena ekonomi.
Ellul sebenarnya menggolongkan teknik dalam tiga bidang utama.[3] Pertama, bidang ekonomi (produksi industrial). Di sini, pengaruh vital teknik sangat terasa. Teknik menghasilkan konsentrasi kapital yang lama-kelamaan harus dikontrol negara. Inilah yang disebut dengan sentralisasi ekonomi. Ilmu ekonomi sendiri terserap oleh teknik. Kedua, bidang organisasional (administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum, militer). Dalam organisasi negara atau organisasi politik terjadi pertentangan antara berbagai teknik. Bagi seorang ahli teknik, negara semata-mata merupakan suatu ruang lingkup untuk menerapkan alat-alat yang dihasilkannya. Negara merupakan suatu perusahaan yang memberikan jasa dan harus dibuat berfungsi secara efisien. Jadi, si ahli teknik menilai negara atau pemerintah menurut kemampuannya untuk menggunakan teknik secara efisien, bukan menurut konsep keadilan sosial. Ketiga, bidang manusiawi (pendidikan, kerja, olahraga, hiburan, obat-obatan). Pembahasan mengenai yang terakhir ini mencakup dua hal: pertama, teknik tidak hanya beroperasi pada bidang-bidang yang telah disebutkan, misalnya bidang ekonomi dengan tekanan pada rasionalitas dan efisiensi, atau bidang organisasional; teknik menguasai semua sektor kehidupan manusia. Kedua, teknik-teknik manusiawi dimaksudkan untuk memulihkan kembali kesatuan manusia yang dirusak oleh teknik. Berarti memanusiakan teknik, menyesuaikan teknik pada kepentingan manusia.
Teknik bukanlah suatu fakta yang terisolasi dalam masyarakat, melainkan selalu berkaitan dengan setiap faktor dalam kehidupan manusia modern. Dalam hal ini, teknik tidak hanya memengaruhi fakta sosial, tetapi juga politik, ekonomi, dsb. Namun, perlu diperjelas juga bahwa teknik pada dirinya sendiri merupakan sebuah fenomena sosiologis. Karena merupakan sebuah fenomena sosiologis, pembahasan mengenai teknik tentu terkait dengan mekanisme kolektif yang melibatkan tindakan kelompok besar orang. Hal ini tidaklah berarti Ellul mengabaikan eksistensi tindakan atau aspek penting dari kebebasan individu. Menurutnya, eksistensi tindakan dan kebebasan individu tidak tampak dalam analisis yang paling umum. Lagipula, “the individual’s acts or ideas do not here and now exert any influence on social, political, or economic mechanisms”.[4] Oleh sebab itu, betapa tidak mungkin baginya untuk masuk ke dalam ranah individu, ketika berbicara tentang aspek sosiologis dari teknik, meskipun eksistensi kebebasan individu tak dapat disangkalnya.  
Selain itu, dia juga percaya bahwa ada realitas sosiologis kolektif yang mandiri dari individu. Pelbagai keputusan individual bahkan selalu dibuat dalam kerangka realitas sosiologis ini, pra-kesadarannya yang diperkirakan secara determinatif. Menurutnya, di sini kita sedang berurusan dengan mekanisme kolektif, dengan relasi di antara pelbagai gerakan kolektif, serta dengan modifikasi struktur politis dan ekonomi. Mekanisme sosiologis adalah determinan yang signifikan bagi individu. Dengan menekankan determinisme yang ketat ini, Ellul secara sederhana telah berusaha menggambarkan teknik sebagai realitas sosiologis.


[1] Esai ini ditulis dan dikembangkan dari artikel berjudul On the Aims of a Philosphy of Technology by Jacques Ellul, dalam Philosophy of Technology, The Technological Condition: An Anthology, edited by Robert C. Scharff and Val Dusek (Oxford: Wiley Blackwell, 2014), hal. 205-209.
[2] On the Aims of a Philosphy of Technology by Jacques Ellul, hal. 206.
[4] On the Aims of a Philosphy of Technology by Jacques Ellul, hal. 206.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Aku adalah Aku", Arti Sebuah Nama

JURNAL III Kamis, 14 April 2016 “Aku adalah Aku”. Inilah nama yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Nama Allah tersebut sebenarnya adalah terjemahan dari “ EHYEH ASYER EHYEH ”. Akar kata EHYEH itu sendiri adalah HYH yang diartikan sebagai “Ada”. Kata “Ada” kemudian merujuk pada waktu yang belum selesai, masa kini dan masa depan (sebentuk imperfek). Dengan demikian, kata ini, dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘Aku adalah Aku yang sekarang Ada; Aku adalah Aku yang akan Ada. Yang hendak ditekankan di sini sesungguhnya ialah sifat dari Yang Ilahi, yakni yang tidak dapat mengenal waktu. Dengan kata lain, Yang Ilahi itu bersifat kekal. Dalam dimensi kekekalan itu, tersingkap pula sifat misteri dan transendensi dari Yang Ilahi. Kata HYH kemudian berkembang menjadi YHWH. Dalam bentuk orang ketiga, HYH menjadi YIHYEH atau dalam bentuk yang lebih tua ialah Yahweh. Yahweh itu sendiri dapat diartikan sebagai ‘Dia yang menyebabkan apa yang ada’. Segala sesuatu ...

Katekese Dasar

Bagian Pertama: Katekese Dasar 1.1 Beberapa Materi Pokok dalam Matakuliah Katekese Dasar 1.1.1   Pengertian Dasar Katekese Katekese berasal dari kata benda bahasa Yunani katēchēsis; katēchein dengan akar katanya, kat (keluar/ke arah luar) dan echo (gema/gaung). Dengan demikian, secara etimologis, katekese berarti suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luar berupa pengajaran lisan yang sistematis. Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU. 21). Meskipun terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, kekhasan katekese, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan (DKU. 31). Dalam beberapa dokumen gereja, seperti Evangelii Nuntiandi (artikel 44), katekese menjadi sarana evangelisasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi katekese sendiri berisikan wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyela...

Makna di Balik Si vis Pacem, Para Bellum

JURNAL I Kamis,31 Maret 2016 Sebuah pepatah Latin klasik berbunyi demikian: “ Si vis Pacem, Para Bellum ”. Artinya, ‘Jika engkau mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Dengan rumusan yang berbeda, Flavius Vegetius Renatus --sekitar tahun 400 M, di dalam kata pengantar De re Militari -- menyatakan hal yang senada: “ Qui Desiderat Pacem, Bellum Praeparat ”. Artinya, ‘Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang’. Agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan, kedua pepatah ini perlu ditafsir secara bijak dan kritis. Pepatah-pepatah tersebut tentunya tidak bermaksud negatif. Dalam artian, memotivasi orang untuk terlebih dahulu menciptakan situasi ketidaknyamanan (perang, misalnya), sebelum akhirnya dapat menciptakan situasi nyaman penuh kedamaian. Lagi pula, ini bukan masalah seputar ‘mana yang terlebih dahulu’ atau ‘mana yang lebih kemudian’. Mengapa? Karena dengan pemahaman yang demikian, orang dapat mengalami kesesatan berpikir. Perdamaian lalu dili...